Hendri Kampai: Indonesia Negeri Kaya Tapi Rakyatnya Jauh dari Kata Sejahtera

    Hendri Kampai: Indonesia Negeri Kaya Tapi Rakyatnya Jauh dari Kata Sejahtera

    PEMERINTAH - Bayangkan sebuah negeri yang kaya raya. Hutan lebatnya menyimpan ribuan spesies, tanahnya subur, lautnya luas dengan ikan yang berlimpah. Namun, di balik semua itu, rakyatnya justru terpuruk. Mereka, yang menjadi saksi sejarah atas kekayaan alamnya, hanya bisa mengelus dada sambil bertanya, “Untuk siapa semua ini?

    Mari kita mulai dari hutan yang menumpuk. Kayu-kayu berharga itu dijarah, dibabat tanpa ampun, lalu diangkut ke negara-negara asing. Sebagai gantinya, rakyat hanya kebagian bencana, banjir, longsor, dan udara yang kian panas. Ekonomi rakyat? Jangan ditanya. Pedagang kecil harus berjibaku melawan kenaikan harga bahan pokok sementara pajak terus merangkak naik. Pajak, katanya, untuk pembangunan. Tapi yang tampak, jalan-jalan kini berbayar, sementara jalan desa penuh lubang seperti jebakan tikus.

    Lalu soal pendidikan dan kesehatan. Dua hal yang katanya adalah hak dasar rakyat. Tapi di negeri ini, keduanya mahal tak terkira. Anak-anak pintar di pelosok hanya bisa bermimpi masuk universitas, karena biaya pendaftaran saja sudah setinggi langit. Berobat? Jangan harap tanpa kantong tebal. Rumah sakit memang ada, tapi rasanya lebih seperti hotel berbintang untuk orang kaya.

    Pertanian? Tak terurus. Petani bingung harus menanam apa karena pupuk mahal dan hasil panen dihargai rendah. Padahal, mereka adalah tulang punggung negeri ini. Kelautan? Lebih parah lagi. Nelayan kita hanya bisa mengarungi lautan dengan perahu reyot, sementara kapal-kapal besar milik asing dengan leluasa menguras ikan dari laut kita.

    Dan lihatlah lingkungan hidup kita. Hutan rusak, udara kotor, sungai dipenuhi limbah industri. Sementara itu, tambang-tambang ilegal menggali tanpa aturan, meninggalkan lubang-lubang raksasa yang menganga seperti luka di bumi. Siapa yang untung? Asing dan swasta besar. Rakyat kecil hanya menatap nanar, berharap keajaiban.

    Gaji buruh? Rendah tak masuk akal. Mereka bekerja dari pagi hingga malam, namun tetap saja hidup pas-pasan. Lucunya, hukum di negeri ini tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Buruh salah sedikit dihukum berat, sementara pengusaha besar yang melanggar aturan hanya ditegur—jika itu pun terjadi. Dan jangan lupa soal pungli. Di mana-mana ada tangan-tangan nakal yang meminta “uang pelicin, ” dari level RT hingga gedung kementerian.

    Kekayaan alam? Semua dikuasai asing dan swasta. Gas, minyak, emas, dan batu bara kita mengalir deras ke luar negeri, sementara rakyat hanya kebagian polusi dan kerusakan lingkungan. Sumber daya yang seharusnya menjadi berkat bagi bangsa malah berubah menjadi kutukan. 

    Dalam kondisi seperti ini, rakyat hanya bisa bertanya-tanya: “Di mana pemerintah? Di mana mereka yang seharusnya membela kami?” Namun sayangnya, pertanyaan itu sering kali tenggelam di antara hiruk pikuk politik, sidang parlemen, dan proyek-proyek yang katanya untuk rakyat, tapi rakyat tak pernah tahu manfaatnya.

    Ironisnya, negeri ini sebenarnya bisa berubah. Indonesia punya segalanya untuk menjadi negara maju, tapi tampaknya kita terlalu sibuk memperkaya segelintir orang, sementara mayoritas rakyat terus bergelut dengan penderitaan.

    Namun, apakah kita hanya akan diam? Tidak. Negeri ini milik kita semua. Saatnya bangkit, bersatu, dan menuntut perubahan. Jangan biarkan Indonesia, negeri yang begitu kaya, hanya menjadi mimpi indah bagi segelintir orang, sementara rakyatnya hidup dalam mimpi buruk.

    hendri kampai indonesia hendri kampai indonesia
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika...

    Artikel Berikutnya

    Kick Off HKSN 2024 Dimulai di Desa Talaga:...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Diduga Jual Air Kotor Ketua DPC Grib Jaya Akan Somasi PDAM Way Agung Tanggamus
    Hendri Kampai: Saat Politisi Terjebak Janji Politik
    MCM Dorong Menkomdigi dan DPR RI Kaji Soal Pembatasan Medsos bagi Anak-anak
    Hendri Kampai: Saat Penjahat dan Penjilat Bersatu dalam Kekuasaan, Hasilnya Pengkhianatan Terhadap Bangsa dan Negara
    Hendri Kampai: Tersangkakan Hasto, Keadilan yang Diuji dan Masa Depan KPK
    Perbedaan Mendasar Penggunaan HP 5G vs 4G saat Bermain Game dan Menonton Video
    Indonesia dan China Perkuat Kerja Sama Digital untuk Pemberdayaan Perempuan melalui MoU KADIN dan IWAPI
    Jurika Fratiwi Dikukuhkan sebagai Ketua Komisi Advokasi Perlindungan Hak Anak dan Perempuan KADIN Indonesia, Luncurkan Program Unggulan
    Perjalanan Sejarah Crédit Agricole: Dari Koperasi Petani ke Kekuatan Perbankan Global
    Permen KOPUKM No. 2 Tahun 2024 Tentang Kebijakan Akuntansi Koperasi Mewajibkan Koperasi di Audit Akuntan Publik
    Perbedaan Mendasar Penggunaan HP 5G vs 4G saat Bermain Game dan Menonton Video
    Indonesia dan China Perkuat Kerja Sama Digital untuk Pemberdayaan Perempuan melalui MoU KADIN dan IWAPI
    Jurika Fratiwi Dikukuhkan sebagai Ketua Komisi Advokasi Perlindungan Hak Anak dan Perempuan KADIN Indonesia, Luncurkan Program Unggulan
    Implementasi Kode QR dalam Laporan Auditor Independen: Langkah Maju Perlindungan Profesi Akuntan Publik Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.186/PMK.01/2021
    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika Tata Bahasa Anda Masih Berantakan
    Memanfaatkan Kecerdasan Buatan untuk Narasi Interaktif dalam Pembelajaran Online
    Dugaan Korupsi Dana CSR BUMN untuk UKW, Wakomindo Laporkan Ketua PWI Pusat ke Kejati Jatim
    Pulau Dewata Bali, Surga Eksotis yang Memukau Dunia
    Perjalanan Sejarah Crédit Agricole: Dari Koperasi Petani ke Kekuatan Perbankan Global
    Polda Metro Jaya Panggil Empat Pengurus PWI Pusat, Ungkap Dugaan Penggelapan Dana oleh Hendri Ch. Bangun dan Sayyid Iskandar

    Ikuti Kami