Hendri Kampai: Lahirnya Ormas Vigilantis dan Tindakan Anarkis

    Hendri Kampai: Lahirnya Ormas Vigilantis dan Tindakan Anarkis

    HUKUM - Pernahkah kita merenung, bagaimana rasa sakit dan kecewa mampu melahirkan gelombang yang mengubah wajah masyarakat? Di sudut-sudut negeri ini, ada cerita yang terus terulang. Cerita tentang rakyat kecil yang mengais keadilan di tengah sunyinya harapan. Mereka, yang hidup di bawah bayang-bayang hukum, mulai mempertanyakan, apakah hukum itu benar-benar buta, atau justru punya mata yang tajam untuk membedakan siapa yang berkuasa dan siapa yang papa?

    Bayangkan seorang ibu tua, bersujud di depan hakim dengan tubuh gemetar karena karena dituduh mencuri 7 batang pohon jati milik BUMN Perhutani. Hukuman untuknya datang secepat kilat, tanpa ampun. Tetapi, di layar televisi, kita menyaksikan seorang pengusaha yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga timah pada izin usaha pertambangan (IUP) PT. Timah, yang dengan santainya tertawa dan berpelukan dengan istrinya di depan hakim dan kamera, meski ia baru saja didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun. Hukuman untuknya? Drama tanpa akhir, penuh cerita tanpa tindakan.

    Rakyat kecil, yang setiap hari menyaksikan ketidakadilan ini, mulai merasa seperti api yang dipermainkan angin. Dada mereka sesak, hati mereka memberontak. Mereka muak melihat para aparat penegak hukum yang mestinya menjadi pelindung, justru melayani mereka yang berkantong tebal. Mereka lelah melihat hukum hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas.

    Di tengah kekecewaan itulah, lahir organisasi-organisasi yang mencoba mengambil alih peran penegak hukum. Mereka bergerak di bawah panji-panji keadilan versi mereka sendiri. Tidak ada seragam resmi, tidak ada sumpah jabatan. Hanya ada kemarahan yang meletup-letup, menggerakkan massa untuk bertindak. Mereka menjadi hakim, juri, dan algojo sekaligus. Sebuah gerakan vigilantis, yang di satu sisi adalah cermin kekecewaan, tetapi di sisi lain adalah bom waktu bagi kehancuran tatanan.

    Tindakan anarkis masyarakat menjadi bukti nyata bahwa rasa percaya terhadap hukum dan aparatnya telah runtuh. Rakyat, yang sesungguhnya hanya ingin hidup dalam keadilan, mulai memilih jalan sendiri. Mereka merasa tidak ada lagi gunanya berharap pada institusi yang bagi mereka sudah kehilangan nurani.

    Namun, tidakkah ini menjadi tamparan keras bagi kita semua? Bukankah lahirnya gerakan vigilantis dan anarki adalah tanda bahwa ada yang harus diperbaiki? Hukum yang adil adalah hukum yang tidak memandang siapa yang berdiri di hadapannya. Ia tidak peduli apakah seseorang kaya atau miskin, penguasa atau rakyat jelata. Jika hukum kembali menjadi penyeimbang, tempat di mana semua orang merasa diperlakukan sama, maka rakyat akan berhenti mencari keadilan di luar sistem.

    Sampai saat itu tiba, kita hanya bisa berharap. Berharap bahwa mereka yang memegang palu keadilan mulai melihat dengan mata hati. Bahwa mereka yang berkuasa mulai mendengar jeritan dari bawah. Dan bahwa hukum, suatu hari nanti, benar-benar akan berdiri tegak, tanpa pilih kasih, seperti yang seharusnya. Karena keadilan yang sejati tidak hanya melindungi, tetapi juga menyembuhkan luka yang ditinggalkan oleh ketidakadilan.

    Jakarta, 28 Januari 2025
    Hendri Kampai
    Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi

    hendri kampai vigilatis anarkis
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Fungsi dan Wewenang DPR RI

    Artikel Berikutnya

    Hendri Kampai: Merasa Dijajah, Kumpeni Belanda...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika Tata Bahasa Anda Masih Berantakan
    Waketum KNPI Saiful Chaniago Dukung Pertemuan Megawati Soekarnoputri Dan Presiden Prabowo 
    Waketum KNPI Saiful Chaniago Minta Ketegasan Menteri ATR Nusron Tidak Hanya Pagar Laut Tanggerang 
    Sambut Peringatan Hari Pers Nasional 2025 PWI Banten Gelar Karya Latih Wartawan
    Hindari Isu Pemberitaan Tak Berimbang" Ciptakan Jurnalis Damai
    Perbedaan Mendasar Penggunaan HP 5G vs 4G saat Bermain Game dan Menonton Video
    Hendri Kampai: Jangan Mengaku Jurnalis Jika Tata Bahasa Anda Masih Berantakan
    Perjalanan Sejarah Crédit Agricole: Dari Koperasi Petani ke Kekuatan Perbankan Global
    Hendri Kampai: Jika Rakyat Indonesia Marah, Kumpeni Belanda Saja Tumbang, Apalagi Oligarki
    Jurika Fratiwi Dikukuhkan sebagai Ketua Komisi Advokasi Perlindungan Hak Anak dan Perempuan KADIN Indonesia, Luncurkan Program Unggulan
    Perbedaan Mendasar Penggunaan HP 5G vs 4G saat Bermain Game dan Menonton Video
    Indonesia dan China Perkuat Kerja Sama Digital untuk Pemberdayaan Perempuan melalui MoU KADIN dan IWAPI
    Jurika Fratiwi Dikukuhkan sebagai Ketua Komisi Advokasi Perlindungan Hak Anak dan Perempuan KADIN Indonesia, Luncurkan Program Unggulan
    Implementasi Kode QR dalam Laporan Auditor Independen: Langkah Maju Perlindungan Profesi Akuntan Publik Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No.186/PMK.01/2021
    Polda Metro Jaya Panggil Empat Pengurus PWI Pusat, Ungkap Dugaan Penggelapan Dana oleh Hendri Ch. Bangun dan Sayyid Iskandar
    Memanfaatkan Kecerdasan Buatan untuk Narasi Interaktif dalam Pembelajaran Online
    Dugaan Korupsi Dana CSR BUMN untuk UKW, Wakomindo Laporkan Ketua PWI Pusat ke Kejati Jatim
    Pulau Dewata Bali, Surga Eksotis yang Memukau Dunia
    Perjalanan Sejarah Crédit Agricole: Dari Koperasi Petani ke Kekuatan Perbankan Global
    Polda Metro Jaya Panggil Empat Pengurus PWI Pusat, Ungkap Dugaan Penggelapan Dana oleh Hendri Ch. Bangun dan Sayyid Iskandar

    Ikuti Kami